CIANJUR TIMES – Nasib ribuan guru honorer di Kabupaten Cianjur yang menunggu kejelasan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi perhatian serius Komisi IV DPRD Cianjur. Keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi kendala utama pengangkatan secara massal.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cianjur, Rustam Efendi, menjelaskan bahwa seluruh data honorer telah selesai pada tahap pengajuan ke Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM). Kemudian akan diteruskan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN). Namun, proses pengangkatan terganjal dana.
“APBD kita tidak bisa sekaligus meng-cover keseluruhan guru honorer untuk masuk menjadi PPPK atau bahkan paruh waktu, karena ini akan berimplikasi terhadap postur APBD. Nantinya pos-pos prioritas seperti kesehatan dan infrastruktur akan terkoreksi angkanya,” jelas Rustam kepada media, Selasa (9/12/2025).
Terancam Tersisih, Harapan Tertuju pada Kenaikan PAD
Rustam menyebutkan bahwa pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur adalah tiga sektor mandatori utama yang wajib ada dalam APBD. Ia juga menyoroti kondisi transfer keuangan pusat ke daerah yang berkurang lebih dari Rp300 miliar. Sementara, Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum mampu berkontribusi maksimal.
“Kalau PAD bisa meningkat, tentu secara bertahap guru-guru honorer tersebut juga tenaga kesehatan, peternakan, perkebunan bisa diangkat dan dibiayai gajinya melalui APBD,” katanya.
Sebelumnya, sebanyak 1.576 guru honorer Cianjur tidak masuk dalam usulan formasi PPPK tahun 2025. Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Disdikpora Cianjur, Wawan Setiawan, menyebutkan bahwa Pemda telah mengusulkan lebih dari 7.000 formasi PPPK paruh waktu tahun ini, termasuk lebih dari 2.800 tenaga pendidikan.
“Mudah-mudahan dengan adanya pengangkatan PPPK paruh waktu ini dapat menambah motivasi guru. Harapan kami kinerja meningkat dan kesejahteraannya juga meningkat,” ujar Wawan.
Dia menuturkan, banyak guru honorer yang terdaftar di Dapodik terpaksa tidak dapat mengikuti seleksi. Hal ini lantaran adanya persyaratan minimal masa kerja dua tahun. Hal ini membuat ratusan guru tersisih. “Belum ada solusi hingga saat ini. Kita menunggu kebijakan pemerintah pusat. Banyak daerah juga masih menyisakan tenaga honorer,” pungkas Wawan, berharap pemerintah pusat membuka kembali formasi dengan mempertimbangkan kondisi anggaran daerah.












