CIANJUR TIMES – Fenomena wartawan nakal kembali menjadi sorotan dalam kegiatan Journalist Goes to School Vol. 2 yang berlangsung di Gedung PGRI Cianjur, Jalan Pangeran Hidayatullah, Desa Limbangansari, Selasa (21/10/2025). Sebanyak 155 kepala SMP dari seluruh wilayah Kabupaten Cianjur hadir dalam pelatihan tersebut.
Acara ini digagas oleh Nagrak Center, Forum Pemred Cianjur, dan Forum Media Sosial Cianjur untuk memperkuat pemahaman para kepala sekolah mengenai manajemen konten media sosial, hukum dan etika pers, serta hak jawab. Tujuan utamanya agar sekolah mampu menghadapi interaksi dengan wartawan sesuai ketentuan kode etik jurnalistik.
Kepala Sekolah Curhat Soal Oknum yang Mengaku Wartawan
Dalam sesi diskusi, sejumlah kepala sekolah menyampaikan pengalaman mereka menghadapi oknum yang mengaku sebagai wartawan. Salah satunya, Lilis Hamidah, Kepala SMP Negeri 3 Cibeber, mengungkapkan keresahannya terhadap perilaku sejumlah oknum yang datang ke sekolah tanpa tujuan jelas.
“Kalau semua wartawan datang ke sekolah mengikuti aturan yang disampaikan, kami tidak akan takut, tidak akan stres. Tapi maaf, banyak yang datang bukan pencari berita, memberi informasi, melainkan mencari kepala sekolah dan bendahara dan ujung-ujungnya minta amplop,” ungkapnya.
Lilis menuturkan, tindakan seperti itu membuat kepala sekolah kebingungan karena dana sekolah memiliki aturan penggunaan yang ketat.
“Kami tidak punya pohon uang. Uang BOS itu sudah ada aturannya. Kadang kami sampai harus pakai uang pribadi uang jajan kami gitu. Kalau dikasih satu, besok datang yang lain. Ada yang naik motor, ada yang pakai mobil dan minta amplop lebih besar,” katanya.
Dewan Pers Minta Sekolah Tegas terhadap Wartawan Nakal
Menanggapi curhatan tersebut, Ahli Pers Dewan Pers, Rustam Fachri Mandayun, menyampaikan permohonan maaf kepada para kepala sekolah. Ia menegaskan bahwa tindakan oknum wartawan nakal telah mencederai profesi jurnalistik yang seharusnya berpegang pada etika dan kepentingan publik.
“Saya mohon maaf kepada ibu-ibu dan bapak-bapak atas perilaku wartawan yang nakal. Wartawan itu mestinya datang untuk mencari informasi, bukan meminta sesuatu,” kata Rustam.
Rustam mendorong sekolah untuk bersikap tegas dan menolak permintaan amplop dalam bentuk apa pun. Ia mengingatkan bahwa tindakan memberi amplop melanggar kode etik jurnalistik dan memperpanjang praktik yang tidak sehat.
“Kalau ada wartawan yang memaksa, cukup siapkan rilis informasi resmi yang bisa diunggah di website resmi sekolah. Kalau mereka ngotot datang, berarti ada niat lain. Dan bapak ibu berhak menolak dengan sopan, bahkan bisa melapor ke Dewan Pers,” katanya.
Dewan Pers Awasi dan Beri Sanksi bagi Pelanggar Etika
Rustam menjelaskan bahwa Dewan Pers memiliki mekanisme pengawasan untuk menindak media atau wartawan nakal.
Ia menyebutkan, pelanggaran ringan akan mendapat teguran dan pencatatan, sementara pelanggaran berulang dapat berujung pada pencabutan kartu kompetensi wartawan.
“Kalau pelanggarannya ringan, kami tegur dan catat. Tapi kalau sudah terjadi tiga kali, akan ada peringatan keras, bahkan bisa sampai pencabutan kartu kompetensi wartawan,” katanya.
Rustam menambahkan, Dewan Pers juga memberikan rekomendasi pidana bagi kasus pemerasan yang dilakukan oleh oknum wartawan.
“Sudah ada beberapa kasus di Makassar dan di Jawa Timur. Kalau terbukti ada niat untuk memeras, maka pengadu bisa menempuh jalur hukum lain, termasuk pidana,” pungkasnya.
Forum Pemred Dorong Kolaborasi Sekolah dan Media Profesional
Ketua Forum Pemred Cianjur, Gia Gusniar, menegaskan bahwa kegiatan Journalist Goes to School Vol.2 tidak hanya menghadirkan edukasi, tetapi juga menyediakan layanan advokasi selama satu tahun bagi sekolah peserta.
“Melalui kegiatan ini, kita berupaya untuk meminimalisir keberadaan wartawan abal-abal di Cianjur yang sudah merusak citra profesi wartawan profesional. Para peserta juga diberikan pemahaman bagaimana cara menghadapi wartawan yang tidak profesional,“ pungkasnya.(*)