CIANJURTIMES, Cianjur – Rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur untuk melakukan rotasi dan mutasi pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) di tengah proses Pilkada yang belum final telah memicu polemik. Langkah ini dinilai bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Seperti diketahui, Pilkada Cianjur masih menyisakan sejumlah tahapan, termasuk sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) dan pelantikan pemenang. Namun, Pemkab Cianjur tetap berencana melakukan perombakan pejabat.
Rencana rotasi dan mutasi ini dinilai melanggar Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 100.2.1.3/1575/SJ Tahun 2024 yang melarang kepala daerah melakukan pergantian pejabat di daerah yang sedang melaksanakan pilkada.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Cianjur, Heri Farid Hifari membenarkan adanya rencana tersebut.
“Iya betul, informasi itu sudah kami peroleh. Hanya saja prosesnya belum terlaksana karena kewenangannya ada di kepala daerah. Jadi hingga saat ini belum mengusulkan,“ ujarnya.
Heri menjelaskan, aturan yang melarang rotasi dan mutasi sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan ini tertuang dalam Undang-Undang 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Heri melanjutkan, terdapat aturan turunan dari UU tersebut, yakni SE Mendagri Tahun 2024 tentang kewenangan kepala daerah pada daerah yang melaksanakan pilkada dalam aspek kepegawaian.
“Nah, dalam SE Mendagri juga disebutkan, mulai 22 Maret 2024 sampai akhir masa jabatan, kepala daerah dilarang melakukan pergantian pejabat kecuali mendapat persetujuan tertulis Mendagri. Jadi itu acuannya,“ sebutnya.
Cianjur Riset Center: Ada Apa di Balik Ini?
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pusat Kajian Kebijakan Publik, Cianjur Riset Center (CRC), Anton Ramadhan mengatakan, peraturan perundang-undangannya sudah jelas, maka jika akan menjadi pertanyaan besar bila Pemkab memaksakan hal tersebut.
“Pelarangan ini sudah tegas ada di Undang-Undang dan di SE Mendagri. Pemkab Cianjur jangan berlindung dari adanya redaksional rotasi mutasi boleh dilakukan kecuali adanya persetujuan tertulis dari Mendagri,“ katanya, Rabu (15/1/2025).
Menurutnya, rencana rotasi mutasi di saat tahapan pilkada belum rampung sarat dengan kejanggalan. Urgensi rencana tersebut, lanjut Anton, dipertanyakan dan menimbulkan keheranan publik.
“Apa urgensinya harus ada rotasi dan mutasi ketika tahapan pilkada belum rampung? Apa segenting itu sampai tidak bisa menunggu tahapan pilkada rampung? Ada apa di balik rencana rotasi dan mutasi ini?” pungkasnya.(*)